Direktur Pengelolaan Media Ditjen Komunikasi Publik dan Media (KPM) Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemenkomdigi) Nursodik Gunarjo (kanan) menjelaskan paparan judi online dalam seminar bertajuk “Pengelolaan Komunikasi Krisis Dan Edukasi Penanganan Judi Online” yang diselenggarakan Magister Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UMJ, di Jakarta, Rabu (11/12/2024). ANTARA/Ganet
Direktur Pengelolaan Media Ditjen Komunikasi Publik dan Media (KPM) Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) Nursodik Gunarjo mengingatkan masyarakat agar jangan sampai masuk ke dalam iklan judi online yang banyak bertebaran di media sosial, agar data pribadi tetap terlindungi.
“Sekali mengklik salah satu iklan judi online maka mesin algoritma pada iklan itu akan merekam data pribadi kita. Meski sudah dihapus sewaktu-waktu akan muncul lagi dalam bentuk lain,” kata Nursodik sebagai pembicara seminar “Pengelolaan Komunikasi Krisis Dan Edukasi Penanganan Judi Online” yang diselenggarakan Magister Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UMJ di Jakarta, Rabu.
Menurut dia, Kemkomdigi selama ini telah menghapus (take down) akun-akun judi online serta afiliasinya, namun tetap bermunculan dengan nama yang berbeda karena dikendalikan dari jarak jauh.
Nursodik menjelaskan total penanganan judi online selama periode 2017 hingga 4 Desember 2024 mencapai 5,3 juta lebih. Sedangkan tertinggi pada 2024 mencapai 3,6 juta atau meningkat tiga lipat lebih dibanding 2023 yang mencapai 999 ribu.
Sedangkan pemain judi online dari segi usia tertinggi 30-50 tahun sebanyak 1,84 juta, usia di atas 50 tahun sebanyak 1,35 juta, dan usia 21-30 tahun 520 ribu. Namun yang miris data Kemenkomdigi menyebut anak usia di bawah 10 tahun yang ikut bermain judi online sebanyak 30 ribu.
Bagi orang tua yang menemukan perubahan perilaku anak yang biasanya suka beraktivitas tetapi mendadak betah di kamar maka besar kemungkinan tengah beraktivitas judi online.
Nursodik menyebut judi online ini bersifat adiktif (ketergantungan) bagi pemainnya sehingga meskipun keluarga ataupun temannya sudah mengingatkan tetap saja ngeyel (bandel) untuk mengulangi perbuatannya.
“Padahal mayoritas pemain judi online paham kalau diteruskan bisa merusak kehidupannya,” ujarnya.
Menurut dia, dampak negatif dari judi online ini sangat banyak, mulai dari penurunan kinerja dan produktivitas, masalah keuangan dengan utang, gangguan kesehatan mental, pelanggaran hukum dan etika, dan dampak bagi keluarga serta lingkungan sosial.
Terpaan judi online itu, kata Nursodik, biasanya melalui ajakan kolega, kemudian tahap coba-coba dengan berkunjung (browsing) ke situs judi online, terjebak algoritma, ditawar admin online untuk mencoba game online.
“Biasanya mereka yang terpapar judi online melewati sejumlah fase tertentu mulai dari fase coba-coba (belum bermain), kemudian berlanjut dengan memasang dalam jumlah kecil, begitu sudah paham baru korban bermain yang sesungguhnya,” ujarnya.
Upaya yang dilakukan Komkomdigi untuk memberantas judi online, di antaranya menyosialisasikan dan diseminasi kepada masyarakat dengan melibatkan satgas pencegahan judi daring seperti PPATK, Kepolisian dan TNI dan stakeholder untuk memberikan edukasi bahaya judi online.
Pemerintah juga telah menyiapkan media luar ruang (billboard) di Jakarta, Riau, Palembang, Medan, Pontianak, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Banten.
“Serta yang tidak kalah penting menyelenggarakan edukasi bahaya judi online melibatkan Key Opinion Leader (KOL) seperti Dennis Lim, Ferry Irwandi, Tommy Teja, serta beberapa influencer game,” ujarnya.